Korut Punya Pasukan Elite Khusus Cyber

militer cyber

Jakarta – Korea Utara dikenal dengan pemerintahan tangan besinya. Meski termasuk negara yang terisolasi, ternyata Korut mempunyai pasukan cyber sangat terlatih yang tergabung dalam sebuah divisi bernama Bureau 121.

Bureau 121 adalah bagian dari General Bureau of Reconnaissance, agen intelijen milik militer Korea Utara. Divisi ini digawangi oleh sejumlah orang-orang pilihan dengan kemampuan di atas rata-rata.

Di negara Komunis ini, peretas militer memang tergolong orang yang paling dihargai kemampuannya. Mereka dipilih secara hati-hati dan dilatih sejak berusia dini. Biro ini diperkuat sekitar 1.800 pasukan cyber, yang semuanya dianggap sebagai pasukan elit.

Itu dikatakan oleh Jang Se-Yul, seorang warga negara Korea Utara yang membelot ke Korea Selatan. Seperti yang dilansir Reuters, Sabtu (6/12/2014), Jang sempat menimba ilmu komputer di universitas militer Korea Utara, sebelum akhirnya melarikan diri ke Korea Selatan enam tahun yang lalu.

Sejumlah ahli keamanan internet memang tak meragukan kemampuan perang cyber Korea Utara. Menurut mereka, peretas asal negara tersebut biasanya mengincar negara tetangganya, Korea Selatan.

Namun tak jarang mereka juga menyerang Amerika Serikat. Memang sudah menjadi rahasia umum, bahwa Korea Utara memang menyimpan kebencian pada Negeri Paman Sam itu.

Penyebabnya tak lain adalah karena Amerika Serikat mendukung Korea Selatan saat perang Korea pecah pada tahun 1950 hingga 1953.

terus.. pertanyaannya Indonesia punya nya apa ya??? polisi TNI aja bentrok terus…  gimana mau nyaingi luar negeri??? Perang terbuka mungkin pasukan kita lebih hebat, tapi bagaimana kalau sampe perang dumay juga ya??? hehehe

Ilmuwan Temukan Vaksin Baru untuk Bunuh Ebola

ebola

NAIROBI (HN) – Dua vaksin Ebola yang menjalani percobaan klinik telah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dan akan disebarkan pada Januari 2015 ke negara Afrika Barat yang terpengaruh oleh wabah tersebut, kata seorang ilmuwan dari Oxford University, Senin.

Ketika berbicara dalam satu konferensi African Immunologists di Nairobi, Kenya, Direktur Jenner Institute, Oxford University, Adrian Hill mengatakan kedua vaksin tersebut akan ditingkatkan guna memerangi Ebola.

“Kedua vaksin tersebut telah memperlihatkan keefektifan yang luar biasa dan tak memiliki dampak pada pasien Ebola. Kami berharap penyebaran vaksin itu akan dimulai pada Januari,” kata Hill kepada para peneliti medis Afrika.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 20 November mengungkapkan bahwa 6.928 orang telah meninggal akibat Ebola di Liberia, Guinea dan Sierra Leone.

Pada saat yang sama, 16.000 orang terserang virus Ebola dan bisa menyerah pada kematian karena tak-adanya perawatan dan obat.

Raksasa farmasi, pemerintah kaya, yayasan dan lembaga multilateral telah memberi sumbangan guna menunjang pengembangan vaksin Ebola.

Hill mengatakan percobaan klinik mengenai vaksin Ebola telah berjalan cepat berkat perhatian politik dan dana yang memadai.

“Pengembangan vaksin Ebola berjalan lebih cepat daripada perkiraan. Vaksin tersebut sedang diujicoba di Mali, tempat 80 orang telah menerima suntikan,” kata Hill, sebagaimana dikutip Xinhua –yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa. Ia menambahkan lebih dari 200 orang telah diberi vaksin Ebola secara global.

Percobaan klinik atas vaksin Ebola dimulai pada September dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan menyetujuinya segera setelah vaksin tersebut lulus ujicoba keefektifan dan keselamatan.

Hill mengungkapkan raksasa farmasi, Pemerintah Inggris dan Amerika telah bekerjasama untuk mengembangkan vaksin Ebola itu.

Percobaan klinik terhadap vaksin Ebola telah melibatkan primata sejak penyakit tersebut ditemukan pada 1976 di Republik Demokratik Kongo.

Ada terobosan dalam percobaan klinik terhadap kera dan tahap berikutnya akan dipusatkan pada keefektifan vaksin itu pada manusia,” kata Hill kepada para ilmuwan. Ia menegaskan vaksin itu akan menjadi pengubah keadaan dalam perang melawan Ebola di Afrika Tengah dan Barat.

“Vaksin tersebut akan tersedia bagi kelompok yang beresiko tinggi seperti pekerja kesehatan dan orang yang terlibat dalam pemakaman,” kata Hill. (mul)