This is What’s Happening in Greece Right Now

Harus lebih banyak belajar agar negara kita tetap aman

Stephen McLeod Blythe - Clicky Steve

You might not have heard, but thousands of people have been taking to the streets of Greece over the past few weeks.

Despite the impact of the economic crash on the country initially garnering significant media attention, the longer lasting effects have not seen the same level of interest.

Passionate demonstrations are not out of the ordinary in Greece, but this year they have been particularly heated. The cooler weather in November has also brought with it a series of events that have heightened the tension in an already troubled corner of the European Union.

Students in Athens have already faced a number of conflicts with the authorities, one of which was over attempts to mark the anniversary of the 1973 uprising against the military dictatorship. (Some pictures available here) Already fraught relationships with the police have deteriorated even further, through aggression and the liberal use of force. Protesters…

Lihat pos aslinya 260 kata lagi

Pengelompokan Barang Berdasar Jenis Barang Belum tentu Efektif

https://knowsbetter.files.wordpress.com/2012/06/warehouse.jpg

Banyak Petugas Gudang yang tetap berpegang teguh bahwa sistem penataan barangnya sudah cukup handal. Ia dapat mencari barang yang dibutuhkan dalam waktu singkat. Tetapi manakala ditanyakan kepadanya “ apakah semua orang, termasuk orang baru bisa mencari barang dengan tepat dalam waktu maksimal 5 menit?”. Mereka mulai meragukan sistem penataan barangnya. Sesungguhnya manajemen penataan barang yang baik adalah suatu sistem penataan yang memudahkan petugas dalam mencari barang tanpa melakukan kesalahan ambil barang.
Ada sebagian yang tetap bersikap mempertahankan sistem yang telah ada. Seringkali kami menyampaikan ide ini dengan cara, kemungkinan terburuk yang terjadi pada diri bapak dan bapak berhalangan hadir, apakah petugas atau karyawan baru dapat mencarikan barang yang dibutuhkan? Atau seandainya bapak meninggal dunia, apakah sistem di gudang ini menjamin bahwa pengganti bapak dapat melakukan tugas sebaik yang bapak lakukan. Seringkali tehnik ini cukup berhasil dalam meyakinkan pengawas gudang untuk melakukan perbaikan sistem manajemen penataan barangnya.
Sesungguhnya penataan barang selalu diukur dengan tujuan perusahaannya. Penataan barang tidak harus berdasarkan pengelompokan Jenis Barang. Di Toko Swalayan yang menjual 15.000 item barang, menerapkan sistem penataan berdasar jenis barang sehingga pihak perusahaan perlu menyediakan gudang untuk penyimpanan barangnya. Karena luas areal lokasi toko tak bisa ditambah maka ia membuat gudang penyimpanan barang sampai bertingkat 4. Dibutuhkan lift untuk transportasi keluar masuk barang. Biaya listrik menjadi beban tersendiri bagi perusahaan.
Sistem penataan barang diubah dari sistem penataan berdasar jenis barang menjadi berdasarkan pergerakkan barang. Dimana barang fast moving ditempatkan di lokasi lantai 1 sehingga petugas gudang semakin menurun penggunaan lift dalam transportasi barangnya. Barang dalam jumlah besar diturunkan seminggu sekali. Tindakan ini dapat melakukan penghematan biaya listrik sampai dengan Rp. 17.000.000,- per bulan.
Sistem penataan barang lainnya dapat diterapkan sesuai dengan tujuan perusahaan. Sistem penataan lain tersebut adalah :
1. Penataan barang berdasarkan tingkat keluar – masuknya barang ( fast moving, middle dan Slow Moving ). Barang tak bergerak perlu ditempatkan di area penempatan tersendiri dan ditetapkan luas arealnya.
2. Penataan Barang berdasarkan macam item barang atau kelompok item barang. Gudang untuk penempatan barang Sparepart, Gudang Bahan, Barang Kimia, Bahan Pembantu dan kelompok barang lainnya.
3. Berdasarkan Jumlah Barang yang disimpan. ( barang partai, eceran atau set).
4. Penataan barang berdasarkan ukuran barang ( Barang Besar, Barang kecil)
5. Penataan lainnya ( Barang titipan, barang contoh dll ).

Tanya: 1
Saya menata barang sesuai dengan jenisnya, menurut saya tidak ada masalah. Yang dimaksud efektif apa ya?

Dirjen Pengelolaan Guru= Menegakkan Benang Basah?

ditjen pengelolaan guru

Ini dia berita tentang ditjen Pengelolaan Guru versi Kompasiana.

Antiklimaks, babak peredaman sedang dilakukan Anies Baswedan, Mendikbud era Jokowi ini. Bagi pelaku pendidikan, naga-naganya, hentakan menteri yang satu ini terlihat tanggap dan tepat waktu. Komulasi permasalahan pendidikan yang selama ini sering diselingi aroma politis, mencoba untuk ditarik (sebisanya) pada realitas permasalahan pendidikan yang sebenarnya.

Baru saja pak Menteri “mengistiahatkan” gelora K.13 yang sudah sebegitu meriahnya di tingkat bawah. Tanggap, mungkin karena faham “kadar bisul” dari penerapan kurikulum yang terheboh ini. Tepat waktu, sejatinya pak Anies sedang mengobrak-abrik perilaku yang tersembunyi di setiap pergantian kurikulum. Sebagai ilustrasi saja, Desember 2013 saya di datangi sebuah penerbit. Dalam audiensi awal dijelaskan jika penerbit ini memenangkan tender pembuatan buku wajib siswa untuk beberapa mata pelajaran. Saya diharapkan untuk mau bergabung dalam tim penyusunan buku dari penerbit ini sesuai mapel yang saya ampu. Nilai tender tidak disampaikan, tetapi janji reward sampai pada kalkulasi royalti tergambar di mata. Besar sekali! Akhir cerita, saya menolak karena di atas tim penyusun ini ada “posisi aneh”, yaitu tim ahli yang terdiri dari beberapa guru senior dan orang dinas pendidikan. Penolakan saya sepele, guru senior yang dimaksud hanya faham tentang K.13 (karena selalu ditunjuk oleh dinas pendidikan untuk mengikuti pelatihan dan beda mapel dengan saya, bisa jadi –rumornya- memang dekat dengan beberapa teras orang dinas). Tentu ini berimplikasi pada “wibawa” buku dan harga diri mapel saya. Lebih aneh lagi, apa korelasinya dengan orang-orang dinas? (Uraian ini sejujurnya terjadi dari beberapa audiensi saya dengan perwakilan penerbit itu untuk wilayah Jatim).

  1. 13 batal sementara diterapkan, tanpa ada kepastian kapan waktu sementaranya itu. Sisi pengadaan buku ini memang salah satu “selilit” yang cukup mengganggu penerapan kurikulum terbaru ini. Nyata terbukti, sering muncul reportase aduan dari berbagai daerah akan keganjilan-keganjilan dari konten buku wajib siswa yang telah didistribusikan ke sekolah-sekolah. Sekarang, carutnya K.13 ini sedang dikaji untuk dibenahi, hasilnya bagaimana, sepenuhnya tergantung keluasan perevisi melihat gejala yang telah ada selama ini.

Belum reda heboh penghentian sementara pelaksanaan K.13 ini, muncul lagi gairah inovasi baru, yaitu rencana dibentuknya Ditjen Pengelolaan Guru. Saya yakin tema ini tidak seheboh penghentian sementara itu. Apa pasal, setidaknya ada tiga sebab : 1) nilai anggaran yang dibutuhkan tidak terlalu signifikan seperti gelontoan program K.13, 2) terlalu sempitnya garapan yang akan menjadi wewenang kerja ditjen ini, dan 3) (ini agak spekulatif) karena inisiatif terbentuknya ditjen ini dari pemerintahan yang sedang berkusa, sehingga kualat kalau harus diramaikan, apalagi dikritisi.

Bagi saya, Justru rencana pembentukan inilah yang lebih spektakuler dibandingkan penghentian sementara itu. Mengapa? Di sinilah indikasi kekuatan mata ilmu sang menteri dalam menatap eksistensi pendidikan masih terjaga. Teringat betapa berbunganya hati ketika wawancara pertama pak Anies tegas mengatakan akan fokus pada mutu guru. Lima kali pergantian kekuasaan, baru yang ke enam menterinya bicara tentang titik inti masalah pendidikan negeri. Jika kita merunut sejarah pendidikan, justru masa pra orbalah guru berada pada keemasan profesi. Jangan bicara tentang reward saat itu, karena bapak saya (yang juga guru) harus nyambi kuli unduh kelapa. Jangan pula bicara fasilitas, karena tidak ada sekolah yang timpang fasilitas seperti sekarang. Jangan bicara output, nyatanya orang-orang besar dengan jiwa besar tercipta di masa itu! Keemasan profesi yang dilihat dari kesejatian profesi sebagai pendidik, itulah maksudnya.

Jika sekarang berada diperingkat 40 dari 40 negara, terlalu sederhana jika yang disalahkan adalah keterbatasan fasilitas, apalagi ketertinggalan metode dalam pembelajaran, apalagi kurikulumnya. Peringkat 40 itu tidak akan terlalu merana jika kualitas dan totalitas kerja pekerja pendidikan berada dalam titik puncak gairah yang sebenarnya. Ramai dan merana karena ada yang melihat pelaku-pelaku pendidikan bergerak setengah hati.

Memberikan titik tekan pada sisi guru, akan menuai banyak rintangan. Arief Rahman mengatakan, guru jangan hanya menjadi pendidik, jadilah pula sebagai pembimbing dan teladan. Beberapa pakar mengatakan, butuh waktu satu generasi untuk merubah mindset guru agar lebih menjiwai profesinya. Bahkan pak Menteri sendiri mahfum jika sejatinya kehebatan pendidikan itu terletak pada guru. Transfer ilmu itu adalah bagian kecil dari keberhasilan, dan nilainya lebih berat pada angka-angka akademik. Tetapi menjadikan guru sebagai teman untuk berinspirasi dan mencipta dengan segala kekuatan yang dimiliki guru itu, itulah yang gersang sekarang. Ketika terkabar maraknya tawuran, wajar saja jika disalahkan ekses perubahan jaman atau keringnya keteladanan pemimpin bangsa. Tetapi akan lebih mengena jika yang tersentuh dulu adalah peran guru dalam memfilter “jahatnya” dunia luar itu. Bagaimana dengan peran keluarga? Sepele jawabnya, tidak ada orang tua yang anaknya diasupi perilaku yang kurang baik.

Memberikan fokus ke guru apakah berarti menyalahkan atau malah memanjakan dengan reward? Kayaknya, kalau saya lihat, tidak demikian nuansa berpikir pak Menteri kita ini. Konsekwensi reward dan punishmen sudah cukup sempurna di era SBY, saya berharap lebih sempurna lagi di era Jokowi ini. Saya berharap fokus pak Menteri pada guru ini lebih pada gerakan percepatan untuk merubah skill (seni mengajar) dan mindset guru. Jika toh dalam biasnya nanti harus menyentuh reward dan punishmen maka itu sudah seharusnya dilakukan pemerintah sebagai regulator. Menata, melakukan, dan mengevaluasi secara berkesinambungan agar segera terjadi pergerakan yang cepat itulah yang perlu ada titik tekan tersendiri untuk guru.

Biarlah guru lalu terombang-ambing, terkungkung, bahkan bersembunyi (dengan leyeh-leyeh). Tidak perlu terlalu digemborkan siapa yang salah. Kalau sekarang ada semangat baru dari pak Menteri untuk lebih mengasah kemampuan guru (lahir dan batin) ini merupakan terobosan beliau karena sudah faham dengan isi dalam guru. Maksudnya, jangan lagi ada prematurisasi program yang sejatinya membingungkan guru, jangan lagi ada penggiringan-penggiringan, bebaskan guru dengan keluasan kesempatan memperkuat kemampuan dengan tidak dibebani beban non mengajar yang berlebihan.

Semoga rencana pembentukan ditjen khusus guru ini menjadi energi baru bagi profesi ini. Biarlah ada yang mengatakan butuh satu generasi untuk mencipta guru yang profesional. Saya yakin, jika toh sekarang benang itu basah, masih ada brillianitas inovasi untuk bisa menegakkannya. Bagaimana caranya? Saya tidak ingin menggarami lautan, karena negeri ini yang dibutuhkan adalah kesungguhan menatap fokus bidikan tanpa harus diberi rumbai-rumbai agar terlihat meriah, apalagi dikeroyok agar tetap jumawa. Hanya butuh itu, bisakah? (Sambil tersenyum manis, saya akan mengatakan : “Saya siap membantu, Pak, walau hanya di desa saja…”).

Mari kita tunggu bersama, InsyaAllah.

Presiden Jokowi Dikritik Majikannya (World Bank)

indonesia dibawah panji utang

Mengandalkan pertumbuhan dengan utang, mengandaikan Indonesia di tangan Jokowi seperti anak haram ekonomi neolib. Menciptakan ketergantungan pada modal asing dengan dalih investasi swasta.

Negara dan rakyat Indonesia bakal dilempar ke tepi mulut neolib. Tinggal ditelan bulat-bulat. Dengan dalih investasi juga, sektor-sektor vital publik akan dikuasai asing. Jalan, irigasi dan beberapa infrastruktur dasar kita akan dikuasai asing. Di tangan Jokowi, Indonesia benar-benar hebat!

Kamis 4 Desember 2014, ekonom World Bank Ndiame Diop mengkritik habis kebijakan ekonomi pemerintahan Jokowi. Diop heran, kalau Jokowi mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan modal menciptakan utang baru! Itu pun menurut Diop, belum tentu dengan investasi asing yang tambun, bisa mendorong pertumbuhan.

Alih-alih pertumbuhan bisa terpacu, dengan foreign direct investmen (FDI) yang terus mengalir, FDI justru menjerat Indonesia dalam dilema impor dan utang luar negeri yang tak berkesudahan.

Lebih lanjut menurut Diop, dalam kalkulasi World Bank, dengan target tambahan investasi langsung (foreign direct investmen/FDI) oleh pemerintahan Jokowi sebesar 15% pada 2015, akan menambah beban impor senilai US$ 2 miliar atau Rp 24,6 triliun. Peningkatan impor ini kelak akan menekan surplus ekspor yang berimplikasi pada pembengkakan defisit neraca perdagangan.

Menurut catatan World Bank, pelemahan rupiah hingga Rp 12,300 per USD saat ini, tak berpengaruh signifikan terhadap ekspor. Apalagi, harga komoditas yang tergerus sekitar 20% akibat pelemahan permintaan konsumen utama (Cina dan Jepang).

Selain mengerek impor, besarnya FDI juga meningkatkan utang luar negeri (ULN) menjadi 60-70%. Kenaikan ULN juga akan mengerek defisit transaksi pendapatan primer. Menurut data Bank Indonesia (BI), per akhir semester 2014, ULN RI naik 11,2% atau menjadi US$ 292,3 miliar dengan debt to service ratio 46,16%. DSR Indonesia naik sebesar 3,43% dari tahun 2013 42,73% (catatan: Jika DSR semakin besar, maka beban utang luar negeri semakin berat dan serius).

Sebagai catatan kita, dalam postur RAPBN 2015, defisit anggaran tercatat mencapai 2,32 persen terhadap PDB. Nilai ini hampir menyentuh batas atas defisit sesuai UU, yakni 3 persen. Sumber pembiayaan defisit dari utang secara nominal mengalami peningkatan dari Rp 253,7 triliun di APBN 2014 menjadi Rp 282,7 triliun dalam RAPBN 2015

Membengkaknya pembiayaan negara dari utang terjadi karena banyak faktor. terutama pendapatan pajak. Selain ini, nominal utang juga terus membesar karena beban pembayaran cicilan pokok dan bunga utang. Tahun 2014 saja, pemerintah menetapkan pagu pembayaran cicilan pokok Rp 247,7 triliun dan bunga Rp 121,3 triliun.

Sebelum kritikan World Bank terhadap arah kebijakan ekonomi pemerintahan Jokowi, Direktur BI Agus Martowardoyo pun mengingatkan pemerintahan Jokowi, agar FDI yang masuk ke Indonesia harus diarahkan pada manufaktur berorientasi ekspor. Namun apa lacur, pemerintah masa bodoh dan membiarkan investasi yang berorientasi domestik terus mengalir.

BPS mencatat, hingga bulan oktober 2014, defisit neraca perdagangan masih minus US$ 1,65 miliar. Angka defisit neraca perdagangan ini akan berpotensi terus meningkat, seiring kebijakan ekonomi di awal pemerintahan Jokowi, yang belum begitu kuat meng-endorse surplus ekspor. Arah kebijakannya cak adul, hantam kromo dan sarat pencitraan. Hadehhhh!

Bagaimana menurut kalian??? Negara udah terbelit hutang jangan sampai suatua saat beneran terjadi indonesia menuju negara gagal. para pemerintah harap mencari cara bagaiman agar utang indonesia bisa di tutup. entah bagaimanapun caranya indonesia harus berani.

KELUAHN TERHADAP K 13

K13

JAKARTA, KOMPAS.com – Kurikulum 2013 dinilai memberi kesan tak baik bagi para guru di Indonesia. Tak sedikit guru mendukung putusan penghentian kurikulum yang disingkat K13 itu oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, Jumat (5/12/2014).

Ketua Serikat Guru Indonesia kota Purbalingga, Gunawan mengatakan, para guru masih kebingungan meski telah mendapatkan pelatihan K13. Sebab, kata dia, proses pelatihan itu hanya berbentuk forum seminar.

“Si instruktur hanya bermodalkan satu buah flashdisk yang berisi powerpoint, kemudian kami para guru disuruh buat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sendiri dan terus dipresentasikan secara sampel,” ujar Gunawan dalam diskusi hentikan kurikulum 2013 dan UN sebagai penentu kelulusan di kantor LBH Jakarta, Minggu (7/12/2014).

Tak hanya itu, Gunawan juga mengungkapkan materi tingkat sekolah dasar dinilai terlalu tinggi. Menurut Gunawan, materi itu berat untuk tingkat SD. Bila dibandingkan dengan sistem kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), materi kelas VI justru dilaksanakan di kelas IV dan V.

Terkait pelatihan guru, Ketua SGI kabupaten Bima, Fahmi Hatib mengatakan, seharusnya dilakukan selama lima hari. Namun, pada kenyataannya, hal tersebut hanya dilakukan selama tiga hari saja. Pelatihan dianggap tidak cukup untuk mengubah pola pikir guru dalam proses pembelajaran.

“Bahkan saat pelatihan,si instruktur memberikan arah pembocoran kunci jawaban untuk post test agar tergambar bahwa pelatihannya berhasil. Ini kan pembohongan publik,” ungkap Fahmi.

Ada juga pelatih guru, Itje Chodidjah, yang menyatakan bahwa pelatihan guru seharusnya dilakukan secara sistematis, tersktruktur, dan berkelanjutan. Hal itu pun harus disesuaikan dengan kebutuhan guru itu sendiri.

Masalah buku juga diungkapkan menjadi persoalan teknis lain atas keberhasilan pembelajaran suatu kurikulum pengajaran di Indonesia. Pasalnya, masih banyak sekolah yang menerima buku pelajaran siswa tak sesuai dengan jadwalnya.

“Di Jambi, buku SMK baru diterima pada 1 Desember 2014, sedangkan ujian akhir semester (UAS) selesai 4 Desember 2014, padahal buku K13 disusun per semester,” ungkap Ketua SGI kota Jambi, Aswin.

Sekarang anda bayangkan dengan kami yang di ujung timur Indonesia. Siswa dituntut untuk kreatif, siswa dituntut untuk lebih aktif, di sekolah kami pak jaringan telpon tidak ada, jaringan listrik siang tidak ada,apalagi jaringan internet? bagaimana siswa akan lebih aktif dan kreatif?? sebelah kiri hutan, sebelah kanan hutan, belakng skolah rawa. yang ada pak murid-murid disini akan kreatif dan aktif dalam hidup di hutan. satu kelas jumlah siswa 30 yang masuk kelas dalah sehari paling banyak 10 siswa, 20 siswanya menghilang masuk hutan. gak usah muluk-muluk pak menteri mending daripada buat proyek kurikulum baru, benahi dulu infrastruktur sekolah dipelosok-pelosok negeri ini. k06 juga menurut saya sudah bagus, apalagi k94 lebih bagus hal ini terbukti dengan banyak lulusan tahun tersebut yang kualitas mental dan karakter, serta keilmuannya lebih baik daripada lulusan-lusan sekarang. lulusan sekarang semuanya mental tempe, yang ada cm foya2 senang-senang dan mengandalakan uang untuk memperoleh segalanya. ujung-ujungnya kkn merajalela.