JAKARTA, KOMPAS.com – Kurikulum 2013 dinilai memberi kesan tak baik bagi para guru di Indonesia. Tak sedikit guru mendukung putusan penghentian kurikulum yang disingkat K13 itu oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, Jumat (5/12/2014).
Ketua Serikat Guru Indonesia kota Purbalingga, Gunawan mengatakan, para guru masih kebingungan meski telah mendapatkan pelatihan K13. Sebab, kata dia, proses pelatihan itu hanya berbentuk forum seminar.
“Si instruktur hanya bermodalkan satu buah flashdisk yang berisi powerpoint, kemudian kami para guru disuruh buat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sendiri dan terus dipresentasikan secara sampel,” ujar Gunawan dalam diskusi hentikan kurikulum 2013 dan UN sebagai penentu kelulusan di kantor LBH Jakarta, Minggu (7/12/2014).
Tak hanya itu, Gunawan juga mengungkapkan materi tingkat sekolah dasar dinilai terlalu tinggi. Menurut Gunawan, materi itu berat untuk tingkat SD. Bila dibandingkan dengan sistem kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), materi kelas VI justru dilaksanakan di kelas IV dan V.
Terkait pelatihan guru, Ketua SGI kabupaten Bima, Fahmi Hatib mengatakan, seharusnya dilakukan selama lima hari. Namun, pada kenyataannya, hal tersebut hanya dilakukan selama tiga hari saja. Pelatihan dianggap tidak cukup untuk mengubah pola pikir guru dalam proses pembelajaran.
“Bahkan saat pelatihan,si instruktur memberikan arah pembocoran kunci jawaban untuk post test agar tergambar bahwa pelatihannya berhasil. Ini kan pembohongan publik,” ungkap Fahmi.
Ada juga pelatih guru, Itje Chodidjah, yang menyatakan bahwa pelatihan guru seharusnya dilakukan secara sistematis, tersktruktur, dan berkelanjutan. Hal itu pun harus disesuaikan dengan kebutuhan guru itu sendiri.
Masalah buku juga diungkapkan menjadi persoalan teknis lain atas keberhasilan pembelajaran suatu kurikulum pengajaran di Indonesia. Pasalnya, masih banyak sekolah yang menerima buku pelajaran siswa tak sesuai dengan jadwalnya.
“Di Jambi, buku SMK baru diterima pada 1 Desember 2014, sedangkan ujian akhir semester (UAS) selesai 4 Desember 2014, padahal buku K13 disusun per semester,” ungkap Ketua SGI kota Jambi, Aswin.
Sekarang anda bayangkan dengan kami yang di ujung timur Indonesia. Siswa dituntut untuk kreatif, siswa dituntut untuk lebih aktif, di sekolah kami pak jaringan telpon tidak ada, jaringan listrik siang tidak ada,apalagi jaringan internet? bagaimana siswa akan lebih aktif dan kreatif?? sebelah kiri hutan, sebelah kanan hutan, belakng skolah rawa. yang ada pak murid-murid disini akan kreatif dan aktif dalam hidup di hutan. satu kelas jumlah siswa 30 yang masuk kelas dalah sehari paling banyak 10 siswa, 20 siswanya menghilang masuk hutan. gak usah muluk-muluk pak menteri mending daripada buat proyek kurikulum baru, benahi dulu infrastruktur sekolah dipelosok-pelosok negeri ini. k06 juga menurut saya sudah bagus, apalagi k94 lebih bagus hal ini terbukti dengan banyak lulusan tahun tersebut yang kualitas mental dan karakter, serta keilmuannya lebih baik daripada lulusan-lusan sekarang. lulusan sekarang semuanya mental tempe, yang ada cm foya2 senang-senang dan mengandalakan uang untuk memperoleh segalanya. ujung-ujungnya kkn merajalela.